Sabtu, 05 September 2015

My Love

Untuk seseorang yang tak pernah kubisikkan kata rindu, di sini, jauh kutatap sebuah jarak diantara birunya laut pemisah daratan tempatmu melayangkan sederetan mimpi tentangku. Bukannya kutak lagi cinta, bahwa kian kusampaikan rinduku, adalah gulana yang akan semakin membunuh dalam diamku.

Ketahuilah, jika dosa adalah sebuah murka, maka kemurkaanlah bagi rinduku padamu, sebab ia akan lebih besar dari Tuhan mencintai hambanya. Aku mendiamkan rindu, aku membisukan kata rindu, sebab kupercaya, takkan pernah ada yang lebih indah, saat Tuhan mempertemukan kita dalam ridho-Nya.

Bersabarlah kekasih hatiku, sebab jarak hanyalah jalan-jalan penuh duri yang harus kita lewati dengan kegigihan dalam tabah. Bersabarlah cintaku, sebab dalam doa, takkan pernah kupalingkan pandangan pada wanita lain. Bersabarlah jodohku, karena senjaku masih seterang dulu saat kuberikan jingganya untukmu.

Rabu, 04 Februari 2015

Hujan dan Rindu

Deras hujan masih seperti waktu itu
Kala kita berdiri dalam payung pelangi
Jalan beriringan di setapak sama
Dirinai rintik awal Januari dulu

              Kali ini hujan deras tanpa guntur
              Rinainya tinggalkan jejak rindu
              Dalam udara sejuk dilembabinya
              Pada kuntum melati disiramannya

Derasnya kian menjadi-jadi
Memberi tanda pada bagian hati
Seperti debar jantung tak berhenti
Saat nama cinta meniti pasti

              Pelupuk mata teringat sebuah nama
              Sampai kurangkai kata bayang wajahmu
              Lalu kutitip dalam binkai doa tulus
              Sampaikan salam bernama rindu

Minggu, 01 Februari 2015

TENTANG RINDU (SENJA DALAM HUJAN)

Telah kupetik diantara kanvas
Senyum bergelayut di nirwana biru
Ini puisi kian terlahir dari hati
Sampaikan bait pesan kata cinta

          Angin semilir tiup lembut rerumputan
          Berdesir lirih belai sunyi bebatuan
          Mengarak waktu dalam pelukan malam
          Saat mentari redup tenggelam diperaduan

Melintas awan hitam tanda hujan segera tiba
Menetaskan rintik kian pecah di atas daun
Ada hembusan resah saat rindu masih terdiam
Dan kau tau kelam akan memeluk senja

          Wanita pemilik tatapan sehangat mentari pagi
          Tidakkah mudah bagimu mematahkan hati
          Cegah aku untuk mencintai lagi
          Karena candumu racun menjemput mati

Aku hanya ingin terdiam di sini
Meramu bayangmu dalam kenangan
Menyisakan senyum diantara gerimis
Dipelukan hujan, dipelataran senja

Jumat, 30 Januari 2015

Bak Senja, Datang Untuk Pergi

          Pagi ini hujan datang seperti biasanya, dengan seringai kemenangan, begitu lebat hingga angin pun enggan untuk lewat. Dan samar-samar, kulihat engkau masih termenung di tempat yang sama seperti kemarin. Setiap sore menunggu petang, seakan ingin mengantarkan sang mentari kembali ke peraduan.

          Selalu sama, dengan secangkir kopi yang mulai mendingin, sedingin tatapanmu pada gradasi senja yang perlahan menjadi kelam. Mungkin, ada hal yang belum terselesaikan, atau mungkin tak akan terselesaikan? Kau tau, aku tetap setia dan masih mengamatimu dari radius sekian meter, di tempat yang sama, pada waktu yang sama. Dan setelah sekian lama, aku masih enggan untuk menyapamu untuk sekedar bertanya.

          Bersama petang, kuputuskan untuk berlalu meski inginku mulai berbasa-basi. Hanya saja, juga kusadarai pasti akan berujung pada bisu. Bahwa ada sesuatu hal, entah apa yang masih mengurungkan niatku. Maka biarlah engkau beserta segala misterimu berlalu bersama terang yang kemudian menjadi gelap pada senja sore itu. Munkin saja, aku hanya singgah untuk berlalu.

Kamis, 29 Januari 2015

Tentang Rindu Diantara Senja dan Hujan

        Aku terdiam mendengar rintik hujan di malam hari, seperti melodi yang melantunkan sepi. Mengapa memejamkan mata, justru semakin membuat aku terbelalak. Bahwa aku tersesat dalam kabut, tak dapat menemukan dirinya yang entah siapa. Dan kau tau, rindu memang menguasai apapun.

          Aku terdiam mendengar rintik hujan di malam hari. Mungkin, aku yang merasakan melodi sepi dan memejamkan mata, justru semakin membuat terbelalak. Aku merindu purnama dalam gelap, mimpi dalam tidur, senyap dalam lelap. Rindu. Ya, aku rindu. sedang merindu.

           Hari ini hujan kembali berusaha mendekati bumi berjatuhan dengan dentuman lembut, menghempaskan diri sendiri kemudian hancur. Terkadang malu- malu bersembunyi dalam kelabu, tak berani terjun. Dan terkadang, ia turun tanpa pikir panjang melepaskan segalanya, tidak mengindahkan mentari yang masih bersinar.

            Pernah juga datang dengan angin, menyapa dengan petir, namun hujan tidak pernah tiba. Ia terlalu gusar. apakah bumi enggan dengannya, atau butuh bantuannya? pernah juga datang dengan lembut, perlahan menyentuh titik horizon, dan dalam terangnya siang menyejukkan hati yang sedang ingin berteduh.

            Mungkin aku seperti hujan yang berusaha mendekati bumi dengan segala kelemahan, dibalik kegagahannya. Sekalipun hujan, akan sulit turun ditengah gurun pasir. Kau tau, merindu dalam kesunyian itu seperti alam yang berteriak. Kita takkan pernah tahu sampai kita benar-benar memahami suara alam. Dan engkau, takkan pernah mengerti suara rindu. Ya, kau mendengar, hanya saja dalam frekuensi yang berbeda. Takkan pernah sama.

           Langit temaram di ujung hari, dan dalam waktu yang berlari, aku meneriakkan namamu, hingga rindu mengering dalam lautan kalbu. Hening dalam nyata malam, gegap gempita dalam hati temaram, tentang namamu yang kuucap berulang kali. Dan kau yang tak tergapai, biarkanlah aku singgah meski hanya sekedar mengucap rindu, meski hanya sekedar mimpi sembilu.

           Malam dan hujan, berarak beriringan meninggalkan senja, dan kau tak juga bergeming, melihatku, tersenyum, tanpa tanda tanya. Ah, andai saja bisa kukatakan kalau aku merindumu, mungkin kelabu sudah berganti warna.

          Berlalunya senja, kusadari bahwa merindumu seperti menanti sampan ditepian danau. Terlihat, namun tak pernah sampai, sebab engkau tak pernah memberi dayung.

           Kesepian itu seperti berteriak, namun tak ada yang mendengarkan. Seperti mengenalmu, namun tak pernah mendapat sapamu. Sekalipun aku berada di pulau yang sama, sekalipun aku menghirup udara yang sama, kau tetap saja berpaling rasa.

           Kali ini langit bercerita, tentang rindu yang kian tipis, tentang mimpi yang makin terkikis, tentang pilu yang sembilu. Sejauh mata memandang, hanya ilalang mewarnai, padang hati yang sunyi, menantimu menuai rinduku. Ingin kuucap namamu dalam setiap nafasku, tanpa jeda, tanpa henti, dan tanpa takut kehilanganmu.

           Adalah malam tanpa rembulan, senja tanpa mentari, hujan tanpa kelabu dan tentang aku tanpamu. Kau tau, aku masih saja berharap melihat senja walau gelap telah melaluinya.