Rasa cinta itu sebenarnya bersifat temporer, sementara, tidak tetap
dan naik turun. Kita bisa saja hari ini cinta mati kepada seseorang,
tergila-gila padanya, tapi tidak ada jaminan bahwa esok lusa rasa cinta
itu akan tetap abadi. Sebab adakalnya rasa cinta itu menurun drastis ke titik
terendah, bahkan hilang sama sekali.
Tidak ada rumusan pasti
untuk mempertahankan rasa cinta, sama halnya seperti keimanan yang juga
bisa naik turun dari hari ke hari. Lalu, apa yang bisa dilakukan agar rasa cinta itu tetap berwujud?
Jawabannya singkat “komitmen”. Ya, komitmen sangat dibutuhkan jika kita
memilih untuk mencintai seseorang. Komitmen dalam bercinta seperti
keistiqomahan dalam ibadah, tetap dilakukan meski terasa sulit, tetap
dikerjakan walaupun dengan berat hati.
Bukankah kita sudah sama-sama mengetahui, bahwa mencintai adalah kata
kerja, yang berarti harus dikerjakan, harus dilakukan dan harus pula
diperjuangkan. Tidak mudah memang untuk melakukan itu semua, karena
kesalahpahaman dan ego selalu menjadi gulma yang mengganggu tumbuhnya
cinta.
Jika cinta itu mulai goyah atau berbelok arah ke jalan yang
lain, maka segeralah diajak kembali ke jalannya, agar si cinta tidak
semakin menjauh meninggalkan kita. Saat rasa cinta itu mulai
pudar atau hilang warna merah jambunya, maka ingatlah kalimat singkat
ini “Jangan pernah mencintai seseorang karena hatinya, tapi cintailah
Sang pemilik hati orang tersebut, karena hanya Dialah Sang Maha
pembolak-balik hati. Maka berdoalah terus pada-Nya, untuk mengembalikan
rasa cinta yang perlahan mulai menjauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar