Kupandang lekat wajah itu,
perlahan kami semakin dekat. Getaran aneh menjalar sekujur tubuh. Darah
mendesir hebat. Tulang-tulang seolah meminta terlepas
dari sanggaannya. Mata memejam.
Dan cup !
Sebuah kecupan hadir di bibir.
Basah. Manis. Pahit. Asam, dan berjuta rasa yang tak dapat dijabarkan. Jiwa
laksana terbang ke nirwana. Dunia serasa milik berdua. Tersenyum penuh kasih
sayang, merengkuh dia dalam pelukan. Hangat. Indah. Tak terkatakan.
"Apa kau menikmatinya ?"
Ia bertanya mencium aroma tubuh ini. Tengkuk mulai merinding. Dimainkannya rambut
penuh rasa tak tekatakan.
Dosa ! Satu dosa telah
dilakukan. Penuh kesadaran. Dalam menuruti wujud nafsu yang berdalih cinta. Di
sudut remang kamar setan tertawa penuh kemenangan. Malaikat mencatat amal jelek
yang paling dibenci Tuhan.
Sejenak jiwaku luruh
mengingat-Nya. Sisis jahat dan baik bertarung. Pahit dosa mulai dikecap. Diri
tersadar. Lumpur hina telah dimandikan sengaja, sempurna membalut tubuh. "Aku
pendosa, Tuhan," lirih mulut berucap.
Ciuman terhadap manusia begitu
membekas. Tak pernah teringat dalam benak, kapan raga mulai mencium tanah
menyembah-Mu. Asyik bercinta dengan-Mu di tiap sepertiga malam. Kenapa bukan
saat dengan Tuhan yang paling membekas ? Lihatlah kemari, aku sejati-jatinya
kehinaan berwujud manusia.
Tuhan, maaf. Aku lupa pertama
kali mengenalmu, tak seingat saat awal mengenal cinta sesama. Aku lupa pertama
bercumbu dengan-Mu, tak seingat pertama bercumbu dengannya.
Maaf, Tuhan. Aku lupa saat-saat
menangisi dosa, tak seingat saat menangis ditinggal pergi kekasih manusia. Lemah
diri ini penuh kegilaan dalam dosa. Semoga kaki ini mulai menapaki jalan-Mu,
penuh dengan keridhoan-Mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar