Senin, 24 November 2014

Ciuman Pertama



Kupandang lekat wajah itu, perlahan kami semakin dekat. Getaran aneh menjalar sekujur tubuh. Darah mendesir hebat. Tulang-tulang seolah meminta terlepas dari sanggaannya. Mata memejam.

Dan cup !
Sebuah kecupan hadir di bibir. Basah. Manis. Pahit. Asam, dan berjuta rasa yang tak dapat dijabarkan. Jiwa laksana terbang ke nirwana. Dunia serasa milik berdua. Tersenyum penuh kasih sayang, merengkuh dia dalam pelukan. Hangat. Indah. Tak terkatakan.

"Apa kau menikmatinya ?" Ia bertanya mencium aroma tubuh ini. Tengkuk mulai merinding. Dimainkannya rambut penuh rasa tak tekatakan.

Dosa ! Satu dosa telah dilakukan. Penuh kesadaran. Dalam menuruti wujud nafsu yang berdalih cinta. Di sudut remang kamar setan tertawa penuh kemenangan. Malaikat mencatat amal jelek yang paling dibenci Tuhan.

Sejenak jiwaku luruh mengingat-Nya. Sisis jahat dan baik bertarung. Pahit dosa mulai dikecap. Diri tersadar. Lumpur hina telah dimandikan sengaja, sempurna membalut tubuh. "Aku pendosa, Tuhan," lirih mulut berucap.

Ciuman terhadap manusia begitu membekas. Tak pernah teringat dalam benak, kapan raga mulai mencium tanah menyembah-Mu. Asyik bercinta dengan-Mu di tiap sepertiga malam. Kenapa bukan saat dengan Tuhan yang paling membekas ? Lihatlah kemari, aku sejati-jatinya kehinaan berwujud manusia.

Tuhan, maaf. Aku lupa pertama kali mengenalmu, tak seingat saat awal mengenal cinta sesama. Aku lupa pertama bercumbu dengan-Mu, tak seingat pertama bercumbu dengannya.

Maaf, Tuhan. Aku lupa saat-saat menangisi dosa, tak seingat saat menangis ditinggal pergi kekasih manusia. Lemah diri ini penuh kegilaan dalam dosa. Semoga kaki ini mulai menapaki jalan-Mu, penuh dengan keridhoan-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar