Diamlah !
Sebab cinta adalah sebutir permata
yang tak bisa kau lemparkan sembarangan seperti batu.
Seandainya hari masih panjang untuk
dilalui, masih banyak hal yang ingin kulakukan. Entah, apakah kau akan ada di
sana menemani perjalananku, atau akan tetap berdiam di sini menanti hari itu
tiba.
Sepertinya kesendirian tidak seangker
yang mereka bayangkan. Setidaknya kita masih bisa saling berkirim berita dan
romantisme adalah gemintang di malam kelam dalam persahabatan.
Bagaimana jika hari itu tidak
pernah tiba ? akankah kau marah ? Tentu, kita hanya bisa berandai-andai. Tiada
kuasa menyimpan janji di hari nanti, yang bahkan kita tidak pernah yakin bahwa
kita akan sampai di sana.
Jadi, mengapa kita tidak mulai untuk
saling menyayangi hari ini, mulai detik ini. Dengan cara yang kita bisa, yang
kita mampu. Jangan pernah kau anggap ini belenggu, atau rasa takut yang merongga
akan kata 'penyesalan'. Bukankah cinta itu murni, putih dan bersih. Bukankah
hari akan terasa lebih indah bagi para kekasih dan para pecinta.
Mari kita langkahkan hati menjadi
seorang kekasih. Hidup bernaungkan cinta. Sementara hari demi hari berlalu, dan
kita beranjak tua. Rasa ini akan lebih teramat menyiksa bila tiada terutarakan.
Kusemaikan cinta melalui doa-doa
dan harapan untuk selalu melihatmu tersenyum di setiap musim, di dinginnya
dekapan malam, di sunyinya angin senja, di muramnya gerimis akhir November.
Matahari kan selalu datang kembali menyinari jiwamu.
Tak akan pernah kuminta apapun
darimu. Mungkin inilah harga yang harus dibayar oleh setiap para kekasih.
Membiarkan semua mengalir adanya. Mungkin akan kukemasi beberapa hal
seperlunya. Menanggalkan semua apa yang pernah kita anggap sebagai kendaraan
kebesaran, dan memulai kembali perjalanan menemukan makna kesejatian hidup.
Menapaki jalan sunyi bak seorang musafir di semesta-Nya.
Kau tidak akan pernah menemukan
keindahanku, selama masih tersilaukan dengan apa yang dianggap akan mengantarmu
menuju kebahagiaan. Luangkanlah waktu untuk sekedar menatapku.
Dapatkah kau rasa sedikit hamparan
dari sorot mata itu. Hanya seiris jendela temui hati yang tergerus luka dan
derita. Mengapa kita begitu takut penderitaan ? padahal darinya kita akan
menemukan diri kita yang sebenarnya.
Tentang airmata, tiada perlu lagi
kau kata menganak sungai. Tentang rasa sakit, kecewa, cemburu, kesulitan dan
prasangka, semua hanya masalah teknis, jawabannya selalu kembali padamu. Jadi
di mana letak semua ini ? pada titik pusat otakmu, sebentuk buah pinus yang
selama ini kau sebut hati.
Last but not least.
Entah bagaimana caranya, dalam
perjalanan hidupmu, kau akan belajar menemukan dirimu sendiri dan menyadari
bahwa penyesalan itu tiada seharusnya singgah di hati. Yang ada adalah
penghargaan abadi atas pilihan-pilihan hidup yang kita buat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar